www.riaukontras.com
Follow:     Serikat Perusahaan Pers
  Jumat, 29 Maret 2024
 
Opini: Yang Harus Jadi Wartawan Itu, Bisa Menulis
Selasa, 07-11-2017 - 08:56:30 WIB

Menjadi wartawan adalah salah satu cara menjadi penulis. Setiap hari wartawan memang dituntut menulis dan tidak sedikit wartawan yang menerbitkan buku, bahkan media online. Tapi apakah harus menjadi wartawan untuk bisa menjadi penulis hebat?. Tidak harus, semua tergantung dari niat dan kemauan untuk belajar. Wartawan memang selangkah lebih dekat untuk menjadi penulis. Wartawan dianggap sebagai gerbang untuk mendapatkan ide tulisan, ini tidak lepas dari kehidupan wartawan yang dekat dengan keseharian masyarakat kelas bawah dan disuatu saat bisa dekat dengan para pejabat pemerintahan.

Banyak penulis yang berlatar belakang wartawan, di Indonesia banyak wartawan senior dan junior yang menerbitkan banyak buku seperti novel, sejarah, puisi, esai dan lain sebagainya. Keunggulan wartawan untuk menjadi penulis adalah karena penguasaan dasar  penulisan. Pemahaman dan aplikasi rumus 5w+1H sudah dijadikan menu harian wartawan. Unsur What, Where, When, Who, Why dan How, dalam sebuah tulisan atau laporan dari si wartawan adalah sebuah kewajiban. Bagaimana kita bisa menggambarkan si A masuk ke rumah sakit jika tidak dijelaskan bagaimana dia bisa masuk rumah sakit, dimana rumah sakitnya, apa sebabnya,
kapan dan sebagainya. Inilah dasar dari sebuah penulisan sederhana.

Bagi masyarakat umum yang ingin menjadi penulis janganlah berkecil hati. Penerapan rumus 5W+1H adalah rumus penulisan umum yang bisa kita aplikasikan tanpa harus menjadi wartawan. Rumus ini juga hanyalah salah satu cara saja diantara banyak metode menulis. 5W+1H adalah metode untuk mengembangan dan mengaitkan fakta-fakta atau ide yang kita dapat melalui pengalaman pribadi, membaca atau perenungan. Jika tema penulisan kita adalah cerpen soal detektif atau peristiwa yang mencengangkan maka cara 5W+1H akan sangat mengena, karena kita dapat menuntun pembaca dari pembukaan masalah hingga pembongkaran akar masalah, ditutup dengan ending yang mengagetkan pembaca. Tentu rumus ini tidak berlaku jika kita menulis puisi.

Jadi, sekarang bagaimana sebuah tulisan atau artikel berita bisa memiliki “rasa” yang berbeda sehingga memancing minat orang untuk membaca?. Seperti masakan, banyak orang yang bisa memasak nasi uduk tapi nasi uduk seperti apa yang disukai? ini tergantung dari racikan si ani. Penulis juga seperti ani, semua bahan yang ada di kepalanya, yang didapat dari pengalaman pribadi atau membaca, diramu menjadi satu tulisan. Persoalannya adalah saat ide menumpuk di kepala, kita sering dihadapkan cara menuangkannya dalam tulisan. Cara mengatasinya cuma satu, tulis saja apa yang dipikiran kita, panjang atau pendek tidak jadi persoalan.

Mencoba dan terus mencoba menulis adalah cara untuk menjadi penulis. Membaca teori mengenai teknik menulis tidak akan berarti jika tidak kita praktek-kan. Seperti analogi ani yang tertulis diatas, cara untuk menjadi koki ulung adalah terus memasak dan mencoba beragam jenis campuran, gosong, terlalu asin, atau hambar adalah hal biasa. Begitu juga dengan menulis.

Pada mulanya tulisan yang kita buat sangat sederhana, tapi seiring dengan bertambahnya jam terbang menulis, maka tulisan yang kita buat akan semakin tajam dan berisi. Dan tidak ada salahnya juga kita meminta teman-teman kita untuk membaca dan memberi masukan soal tulisan yang kita buat. Biasanya akan sulit bagi si penulis untuk menilai tulisannya sendiri. Masukan dari teman atau anggota keluarga terdekat kita adalah masukan awal dari para calon pembaca kita.

Ini juga menjadi cara awal kita untuk membuat tulisan kita memiliki gaya dan “rasa” yang berbeda dibanding para penulis lainnya. Cara dan gaya menulis setiap orang pasti berbeda. kita boleh mengidolatkan seorang penulis tapi jadilah diri sendiri, buatlah gaya tulisan anda sendiri.

Mempublikasikan tulisan kita agar dibaca oleh masyarakat adalah persoalan yang dianggap menyulitkan oleh para penulis pemula. Tidak jarang banyak penulis pemula yang putus asa karena cerpen, puisi atau esai ditolak oleh media atau percetakan karena dianggap tidak berbobot. Tidak ada istilah terlambat untuk menjadi penulis. Kapan waktu yang tepat menulis ?, jawabnya adalah zaman modern sekarang ini, semoga. (Penulis: Bowonaso Laia)


 
OPINI
Pungutan Disekolah Sulit Disembuhkan
Opini: Pada Pesta Demokrasi di 17 Provinsi, Masih Marak Kampanye Hitam
Opini: Menelaah Kesuksesan Pilkada Inhil 2018
Opini: Yang Harus Jadi Wartawan Itu, Bisa Menulis
 
Galeri Foto | Advertorial | Opini | Indeks
Redaksi | Disclaimer | Pedoman | SOP Perlindungan Wartawan | Kode Perilaku Perusahan Pers | Visi-Misi | Tentang Kami | Info Iklan
© 2015-2022 PT. RIAUKONTRAS PERS, All Rights Reserved