Pemangku Adat Kota Ambon Terus Memperjuangkan Tanah Adat
Editor: | Jumat, 20-05-2022 - 19:32:34 WIB
|
Ket Foto : Hj. Rubeatimnur Nurlette Raja Negeri Batu Merah, Ambon |
Jakarta, riaukontras.com - Kota Ambon ternyata masih banyak persoalan tanah adat (ulayat) seperti telah jadi kantor Brimob, BPN ,kantor Telkom dan lain-lain di Wilayah Provinsi Maluku.
Masih diperjuangkan menjadi tanah adat yang akan dimanfaatkan masyarakat adat untuk kesejahteraan masyarakat.
Usaha Hj. Rubeatimnur Nurlette Raja Negeri Batu Merah melalui Maklumat dan Pemangku Adat Seluruh Indonesia yang digelar LKPASI (Lembaga Komukasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia) pada tanggal 19 sampai 20 Mei 2022 yang bertempat di Grand Cempaka Business Hotel, Kawasan Jakarta Pusat.
“Baru saja menandatangani Maklumat dan Pemangku Adat Seluruh Indonesia. Nanti pada hari terakhir (Jumat) maklumat ini kita serahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia yang rencananya melalui Wakil Presiden Republik Indonesia,” ujar Hj Rubeatimnur dalam keterangan, Rabu (18/5/2022)
Pemangku adat kota Ambon ini mengatakan ada sekitar ratusan ha yang saat ini sulit dan tidak bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat adat.
"Saya akan memperjuangkan hak yang akan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat sebagai pemangku adat,” tambahnya.
Ratusan Sultan Raja Penglisir dan Pemangku Adat se-Indonesia sudah menandatangani Maklumat yang akan diserahkan kepada pemerintah.
Ditambahkan Ibu Rubeatimnur yang menjadi landasan Raja Sultan Datu Penglingsir Kepala Suku dan Pemangku Adat Seluruh Indonesia memperjuangkan Tanah Adat, Swapraja dan Tanah Ulayat adalah menagih janji Presiden RI Joko Widodo kepada Sultan Raja di Tahun 2018 lalu dan sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021.
“Lalu kenapa saya ikut memperjuangkan ini, karena sesuai dengan peta yang dimiliki LKPASI. Oleh karena itu kita wajib memperjuangkan ini untuk kepentingan masyarakat Ambon jelas Ibu Rubeatimnur yang juga Penerima Mandat Lembaga Komunikasi Pemangku Adat
Seluruh Indonesia.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar pokokpokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA), pengaturan mengenai hukum tanah di Indonesia mengalami dualisme, dapat dijumpai dalam Hukum Adat (Hukum Tanah Adat) dan Hukum Barat (Burgerlijk Wetboek).
Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, maka tidak ada lagi Hukum Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat, namun hanya ada satu hak atas tanah yaitu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Reporter : JSY
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 081261018886 / 085278502555
via EMAIL: riaukontras@gmail.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :