Media Sosial dan Dunia Prostitusi Online
Editor: | Jumat, 06-08-2021 - 09:34:58 WIB
|
Ilustrasi
|
Bengkalis-Duri, RiauKontras.com - Fenomena Prostitusi Online sejak terblowupnya berita tentang artis dan para kaum ternama semakin hari dirasa semakin menggila. Kasus-kasus yang menimpa para selebritis bukannya menjadi bahan pembelajaran untuk tidak sampai masuk ke dalamnya, namun justru seakan-akan menjadi inspirasi baru di tengah-tengah masyarakat.
Ironisnya para korban sekaligus juga sebagai pelakunya didominasi oleh para remaja putri, bahkan ada yang masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswi.
Sebut saja Jn, seorang gadis yang mengaku berasal dari salah satu kota di wilayah timur Indonesia. Kepada RiauKontras.com Jn mengaku mulai mengenal dunia malam sejak masih duduk di bangku SMA di kotanya. "Kalau dunia seperti ini sudah saya lakoni sejak masih di bangku SMA Kak", ujar Jn.
"Awalnya ya memang risih dan takut. Tapi aku khan ingin tampil modis, bergaya dan punya HP bagus Kak. Karena ada kesempatan ya akhirnya saya terusin aja", tambah Jn yang mengaku sudah melakoni dunia prostitusi sampai ke negeri jiran.
Lain hal nya dengan La. Wanita yang mengaku sudah memasuki usia 30-an dan berasal dari salah satu daerah di Sumatera. "Kalau aku terjun dan bekerja seperti ini karena sudah tidak ada lagi yang menafkahiku Bang", ujar La
"Sejak suami meninggal dunia aku harus menjadi ibu sekaligus ayah buat anakku. Akhirnya ya jadi seperti ini lah Bang", tambah La
Beda lagi cerita Em, seorang wanita muda yang mengaku pernah dibooking dan dijadikan sebagai simpanan salah seorang pejabat di salah satu wilayah di Riau. Em mengaku pernah diajak bermalam dengan imbalan yg cukup fantastis berupa 1 unit sepeda motor matic dari sang pejabat. "Em juga sampai diajak jalan-jalan ke Singapura Mas", ucap Em
"Kalau kerja kantoran atau kerja lain khan lebih capek dan hasilnya juga lambat Mas. Mau buat beli motor matic juga terpaksa harus kredit. Kalau begini khan kita bisa jalan kesana kemari, tidur berganti-ganti hotel. Yang jelasnya duitnya lebih banyak", tambah Em yang terlihat santai.
Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, khususnya bagi kaum remaja putri. Pergeseran budaya dan pergaulan serta derasnya arus informasi di media sosial yang sudah tanpa saringan tentu saja harus disikapi secara bijak oleh para orang tua di rumah dan para pemangku kepentingan.
Pejabat-pejabat yang doyan menghambur-hamburkan uangnya untuk kesenangan dan kenikmatan semu juga sangat perlu untuk dipertanyakan. Selain dari nilai-nilai keagamaan, perlu juga dipertanyakan uang dari mana dan uang siapa yang dipergunakan untuk mendapatkan kenikmatan sesaat itu.
Peran para ulama dan tokoh-tokoh agama juga sangat patut dipertanyakan, sudah seberapa dalam mereka memberikan bimbingan dan pencerahan kepada masyarakat. Ulama dan tokoh agama tidak seharusnya memenuhi ruang media sosial dengan statement yang saling mempertentangkan antara yang satu dengan yang lainnya. Membenarkan kelompoknya dan menyalahkan kelompok yang berseberangan.
Media sosial sejatinya juga menjadi sarana dakwah, dan bukan menjadi media promosi bagi dunia prostitusi yang berkamuflase sebagai fasilitas kebugaran, spa, panti pijat dan sebagainya. Kalau sudah begini siapakah yang seharusnya paling bertanggung jawab dan disalahkan?
RW. Hidayat
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 081261018886 / 085278502555
via EMAIL: riaukontras@gmail.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :